Belajar Cara Beternak Sapi di Australia

Bagaimana Cara Mengelola Peternakan Sapi Seluas 40.000 Hektar Cukup dengan 3 Orang Saja?

Di bawah ini akan diceritakan oleh Detik.com bagaimana seorang pemilik peternakan seluas 40.000 hektar mempekerjakan hanya 2 orang saja, jadi dalam lahan seluas 40 ribu hektar itu hanya ada 3 orang termasuk pemilik.

Sebelum kita baca secara detail tulisan dari Detik.Com di bawah ini, kami dari Kampus Tani perlu memberikan sesuatu yang perlu digarisbawahi supaya mudah memahami tulisan Detik.com nanti, yang kami garisbawahi adalah sebagai berikut:

  1. lahan luas, ternak dapat bebas makan di area rerumputan
  2. lahan luas, rumput yang tersedia dapat juga difermentasi
  3. menggunakan teknologi sederhana tetapi aplikatif

Apa bedanya dengan peternakan di Indonesia?

  1. lahan sempit, ternak harus dibuatkan kandang sempit supaya tidak bebas bergerak
  2. lahan sempit, justru harus mempekerjakan karyawan banyak karena ternak harus diberi makan oleh manusia
  3. pemborosan di pakan
  4. pemborosan di tenaga kerja
  5. minim atau bahkan tanpa penggunaan teknologi

Kesimpulan:

  1. Ketimpangan tersebut yang membuat Indonesia tidak dapat bersaing dengan Australia dalam hal ternak sapi.
  2. Untuk itu barangkali para pengusaha ternak sapi perlu mencoba mengadopsi ternak sapi di Australia.
  3. Bisa ditambahkan model pakan yang baru misalnya “penanaman indigofera di areal lahan”,
  4. Mengenai lahan jika menjadi kendala, solusinya di luar Jawa.
  5. Kalau di luar Jawa dirasa akan repot transportasi, dapat mencari lokasi luas yang tidak produktif di wilayah Jawa, terutama Jawa barat dan Jawa Timur yang masih tersedia lahan luas, atau Jawa Tengah bagian barat, Sebagai contoh ada dijual tanah kebun murah di Brebes Jawa Tengah hanya harga Rp.12.500/m.

Berikut Tulisan Detik.com kami copy secara full:

Darwin – Luas, itu kesan pertama kali mengunjungi peternakan pembiakan sapi milik peternak Markus Rathsmann (55) di Mount Ringwood Station, Adelaide River, Northern Territory, Australia. Butuh 2 Jam perjalanan dari Darwin untuk mencapai peternakan dengan luas 40.000 hektar ini.

“Luas peternakan milik saya 400 kilometer persegi. Atau 40.000 hektar,” jelas Markus saat ditemui 2 media Indonesia, termasuk detikcom, atas kerja sama dengan Australia Plus ABC International, pada September 2015 lalu.

Kala ditemui di siang hari bolong, Markus memakai baju ala cowboy, memakai topi anyaman yang bundar, kemeja biru gelap lengan pendeknya tak dikancingkan penuh hingga terlihat bulu dadanya yang lebat, celana jeans biru pudar dengan sabuk cokelat dan sepatu booth cokelat muda.

Keringat terlihat bercucuran di wajahnya yang tampak merah. Baju dan tubuhnya sudah terciprat debu-debu tanah peternakan di sana-sini. Ujung jari-jari tangannya sudah menghitam kena tanah dan mengering. Cuaca Northern Territory tengah panas, matahari terik menyengat.

“Memasuki musim kering. Hujan sama sekali tak datang beberapa pekan ini,” celetuk Markus.

Saat itu dia tengah melakukan sterilisasi pada sapi-sapi betina yang dianggapnya tak produktif lagi. Sapi indukan yang tak produktif lagi disterilisasi untuk dijadikan sapi potong ke pasar, diserahkan ke rumah potong hewan atau diekspor. Tujuannya, memastikan sapi tidak hamil kala sudah dijadikan sapi potong.

Ada belasan sapi betina yang dimasukkan dalam kandang beratap dan berpagar besi di tengah peternakan yang luas itu. Dia menggiring sapi betina satu per satu, masuk ke dalam suatu lajur sempit dari besi. Ada dua pintu buka-tutup di depannya.

Pintu pertama, terdiri dari satu bilah papan besi yang digeser, dibuka. Sapi digiring masuk, kemudian ditutup. Sapi masuk dalam ruangan sempit yang persis menjepit badannya. Kemudian pintu kedua, terdiri dari dua bilah papan besi yang menjepit dan hanya menyisakan celah untuk kepala sapi, dibuka dengan tuas, sapi maju kembali. Jegrek!

Sapi itu tak bisa bergerak, hanya kepalanya yang tampak manggut-manggut di celah-celah dua papan besi. Di samping kandang penjepit itu tertulis “Immobilizer”, alat yang membuat sapi tak berkutik, mati langkah. Di bawah “Immobilizer” itu, ada timbangan elektronik yang hasil angkanya bisa dilihat di layar terpisah, bak kalkulator.

Banyak yang dilakukan dengan alat ini, seperti siang itu, Markus menyuntikkan obat steril yang disuntikkan melalui telinga kiri sapi. Sementara itu, seorang pekerja Markus, Ray menjepret telinga sapi bagian kanan dengan penanda bahwa sapi telah disteril.

Selanjutnya, Markus kembali menyemprot telinga kiri sapi yang telah disuntik tadi dengan cairan biru, bak menyemprotkan pylox. Srooot!

“Itu antiseptik. Juga supaya sapi tak dirubung lalat,” tutur Markus yang meski terlihat lelah berkeringat, tetap memberi penjelasan dengan sabar dan senyum.

Hanya tampak 2 orang yang membantu Markus, seorang laki-laki bernama Ray dan seorang perempuan yang mengenalkan diri bernama Margareth. Mereka adalah partner. Ya, cuma dua orang, tiga orang termasuk Markus yang mengelola peternakan ini.

“Ya kami bertiga yang setiap hari bekerja mengelola peternakan ini. Punya saya termasuk peternakan kecil untuk standar Northern Territory,” tuturnya di peternakan seluas 40.000 hektar ini.

Di kandang terbuka beratap itu, sekeliling tampak padang-padang rumput savana yang sedang mengering. Warna cokelat di mana-mana. Di luar kandang beratap, ada sapi-sapi betina sedang merumput dengan bebas. Di sisi satunya, terdapat tumpukan jerami kering yang sudah diikat.

Meski demikian, teknologi membantu mereka. Tampak satu kendaraan seperti mobil traktor bercat merah berdiri dengan gagah di samping kandang sapi betina yang telah disteril, di mana Markus berada saat itu.

Di rumah Markus, 500 meter dari peternakan, ada mobil SUV silver yang sudah diselimuti debu. Ada pula motor ATV beroda 4 dan mobil off road dengan bak terbuka warna kuning.

Meski bekerja di peternakan sendiri, Markus dibantu Ray dan Margareth bekerja cukup keras. Keluar mulai kerja sekitar pukul 06.30, istirahat siang sekitar pukul 12.00 dan kembali ke peternakan hingga pukul 17.00.

Markus menggaji Ray dan Margareth masing-masing AUS$ 650 per pekan (kurs 1 AUS$ sekitar Rp 10 ribu). Itu bersih. Ray dan Margareth tak perlu memikirkan biaya tempat tinggal karena Markus menyediakan rumah bagi mereka, terletak di samping rumah utama Markus. Tak perlu mengeluarkan biaya makan juga, karena istri Markus, Maree Mounaro (46) selalu memasakkan mereka setiap hari.

Bila Markus bekerja di peternakan seharian, maka Maree adalah seorang ibu rumah tangga yang mengurus rumah, mengantar-jemput anaknya Luke (10) ke sekolah yang jaraknya sekitar belasan kilometer, hingga memasak makanan hari itu.

Peternakan Markus adalah peternakan sapi indukan (breeding). Bagaimana Markus mengembangbiakkan sapi? Ikuti terus artikelnya di fokus “Jelajah Australia”.